Dunia saat ini tengah berada dalam era polycrisis, yakni era di mana sekumpulan risiko global saling terhubung dan memperkuat satu sama lain hingga dampaknya semakin membesar. Risiko global yang dimaksud meliputi perubahan iklim, ketidaksetaraan sosial, konflik geopolitik, disrupsi teknologi, dan meningkatnya ketidakpercayaan terhadap institusi.
Berdasarkan Global Risks Report 2025 dari World Economic Forum, ada beberapa risiko global yang dinilai berpotensi muncul dalam kurun waktu 2 tahun mendatang dan 10 tahun mendatang. Dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, risiko yang diperkirakan akan muncul dan menjadi ancaman paling mendesak bagi keberlangsungan hidup manusia lebih berfokus pada krisis lingkungan, mulai dari cuaca ekstrem hingga keruntuhan ekosistem. Sementara, risiko-risiko lain seperti dalam lingkup geopolitik dan teknologi yang dilihat penting pada kurun waktu 2 tahun mendatang, diperkirakan tidak lagi menjadi perhatian penting dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Tantangan yang kompleks ini menuntut solusi yang kolaboratif dan transformatif.
Di sinilah fasilitasi berperan penting dalam menghadirkan ruang aman untuk dialog bermakna, empati, dan penciptaan solusi bersama dengan adanya kesadaran yang lebih terhadap kemanusiaan. International Association of Facilitators (IAF) memiliki 6 kompetensi inti yang harus dimiliki fasilitator untuk dapat sukses dalam memberdayakan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari organisasi. Poin dari kompetensi inti IAF, yakni Creating and Sustaining a Participatory Environment membahas pentingnya kemampuan seorang fasilitator dalam membangun ruang yang aman, inklusif, dan suportif, di mana setiap suara dihargai dan setiap individu merasa memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi.
Selain itu, poin kompetensi inti IAF lainnya, yakni Guide Group to Appropriate and Useful Outcomes memastikan bahwa proses fasilitasi tidak hanya berjalan inklusif dan kolaboratif, tetapi juga menghasilkan keluaran yang konkret, tepat guna, dan memberikan dampak nyata bagi individu maupun organisasi. Fasilitator dituntut untuk menjaga dinamika kelompok, mendorong keterlibatan aktif, serta memastikan perbedaan dihormati sebagai sumber kekuatan bersama.
Dengan semangat itu, IAF Asia Conference hadir untuk yang ke-24 kalinya pada tanggal 3-4 September 2025 di Sanur, Bali, dengan mengusung tema “Facilitation for Hope.” Tema tersebut datang untuk mengkaji tentang bagaimana para fasilitator bisa membantu dalam kapasitas mereka untuk memberikan lebih banyak harapan di dunia yang semakin berubah ini.
Lumina Learning dalam IAF Asia Conference 2025

Gambar 1. Illuminating Hope – Facilitating Transformation Through Self-Awareness
Tahun ini, Lumina Learning turut berpartisipasi dalam IAF Asia Conference 2025 melalui sesi yang berjudul “Illuminating Hope – Facilitating Transformation through Self-Awareness.” Sesi ini dipandu secara langsung oleh Dr. Stewart Desson, CEO dan Creator dari Lumina Learning, bersama Ayleen Wisudha, Lumina Learning Partner untuk Indonesia, dengan tujuan untuk membantu fasilitator menavigasi perubahan dan kompleksitas dengan keberanian, empati, serta kesadaran diri yang lebih dalam melalui model psikometri transformatif dari Lumina Learning.
Pada dasarnya, proses fasilitasi berjalan untuk memberdayakan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi secara aktif dalam membawa perubahan. Hal tersebut menjadi objektif dari sesi yang dibawakan oleh Lumina Learning, yakni menghidupkan harapan melalui kesadaran diri dan mengembangkan mindset fasilitasi yang transformatif dengan bantuan Lumina.
Harapan atau hope menurut Snyder (2002) adalah keyakinan positif bahwa seseorang mampu mencapai tujuan yang diinginkan melalui kombinasi agency* dan pathways**. Hope dapat dipahami sebagai trait, yakni sifat kepribadian yang relatif stabil dan konsisten memengaruhi cara seseorang menghadapi situasi secara umum; atau sebagai state, yaitu kondisi psikologis sementara yang fluktuatif tergantung konteks atau tantangan tertentu. Bahkan, hope juga dapat dilihat sebagai gabungan dari keduanya, di mana state menggambarkan kapasitas diri kita dalam menghadapi berbagai perubahan, dan trait menekankan perilaku yang dapat digunakan untuk terus berproses dalam membangun harapan.
Berangkat dari hal ini, Lumina hadir untuk membantu dalam menghadapi perubahan yang ada dan terus berproses dalam membentuk harapan dengan mengukur preferensi perilaku, mengupas potensi tersembunyi, serta membantu individu menghadapi tantangan lebih baik saat di bawah tekanan. Sesi yang dibawakan oleh Stewart Desson dan Ayleen Wisudha menguraikan bagaimana psikometri kepribadian seperti Lumina Spark membantu dalam membentuk harapan untuk transformasi yang lebih bermakna.
Lumina Spark Membantu dalam Membentuk Harapan (Hope)
Gambar 2. 4 Prinsip Lumina
Lumina Spark membantu memperjelas pengertian tentang perilaku dengan pemahaman yang tepat dan praktis tentang diri sendiri dan bagaimana cara terhubung dengan sekitar. Ini berkaitan dengan 4 Prinsip Lumina, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Seterusnya, merangkul paradoks kepribadian juga menjadi salah satu hal yang dapat dibantu Lumina Spark dalam hal membentuk harapan, yaitu dengan menggabungkan kekuatan yang tampaknya bertentangan dalam diri kita dan orang-orang di sekitar. Hal ini akan dibahas lebih lanjut nantinya.
Selain itu, Lumina Spark juga membantu dalam mengetahui potensi tersembunyi kita dan bagaimana kita bersikap di bawah tekanan guna memahami di mana kita bisa berkembang secara nyata dan beradaptasi. Lebih dari itu, Lumina Spark juga berusaha untuk membantu dalam membangun kepercayaan diri di setiap dialog dengan cara menciptakan bahasa yang aman secara psikologis untuk mendiskusikan perilaku dan hasil bersama.
Mengenal Lumina Spark Lebih Dalam
Gambar 3. Illuminating Hope dengan 8 Aspek Lumina
Lumina Spark mengenal konsep kepribadian yang mengupas diri dalam 8 Aspek kepribadian, yakni Inspiration Driven, Big Picture Thinking, Extraverted, Outcome Focused, Discipline Driven, Down to Earth, Introverted, dan People Focused. Masing-masingnya memiliki perbedaan dalam ciri perilaku, seperti Inspiration Driven yang senang bekerja secara fleksibel, Big Picture Thinking yang nyaman berimajinasi dan mencoba hal-hal baru, Extraverted yang nyaman berbicara dengan banyak orang, Outcome Focused yang berorientasi pada tugas, Discipline Driven yang lebih menyukai bekerja secara struktural, Down to Earth yang senang memiliki tujuan yang realistis, Introverted yang nyaman bekerja dengan kelompok kecil, dan People Focused yang lebih peka dengan orang lain.
Melalui 8 Aspek tersebut, Lumina menghubungkannya dengan perilaku yang bisa digunakan oleh para fasilitator dalam metodenya untuk membantu transformasi dan memberikan harapan kepada orang-orang di sekitarnya, sejalan dengan tema dari IAF Asia Conference 2025 dan judul dari sesi yang dibawakan oleh Lumina Learning (Lihat Gambar 3). Aspek atau perilaku yang berseberangan pun perlu dilihat sebagai perilaku yang sejatinya ada untuk saling melengkapi, bukan saling beradu.
Gambar 4. Illuminating Hope dengan Aspek Inspiration Driven dan Discipline Driven
Aspek Inspiration Driven dapat membantu dalam berperilaku dengan tetap membuka diri terhadap pilihan-pilihan yang ada, sementara di seberangnya, Aspek Discipline Driven dapat membantu dalam berperilaku dengan mengulang proses yang biasa dilakukan secara terus menerus (Lihat Gambar 4).
Gambar 5. Illuminating Hope dengan Aspek Big Picture Thinking dan Down to Earth
Lain halnya dengan Aspek Big Picture Thinking yang dapat membantu transformasi dengan melakukan eksperimen dan melakukan pengujian A/B, atau di seberangnya yakni Aspek Down to Earth dengan lebih membatasi kemungkinan-kemungkinan adanya kerugian (Lihat Gambar 5).
Gambar 6. Illuminating Hope dengan Aspek Extraverted dan Introverted
Aspek lainnya, yakni Aspek Extraverted dan seberangnya, Aspek Introverted juga memiliki pendekatan yang berbeda. Aspek Extraverted dapat membantu transformasi dengan menekankan pada komunikasi yang lebih terbuka, sementara Aspek Introverted dengan lebih mendengarkan umpan balik atau feedback dari Stakeholder (Lihat Gambar 6).
Gambar 7. Illuminating Hope dengan Aspek Outcome Focused dan People Focused
Adapun Aspek Outcome Focused yang dapat lebih berfokus pada pergerakan yang cepat dan membongkar banyak hal untuk membantu transformasi, sementara di seberangnya, Aspek People Focused cenderung berfokus pada pembelajaran terhadap kegagalan-kegagalan yang muncul (Lihat Gambar 7).
Kehadiran Lumina Learning di IAF Asia Conference 2025 menjadi wujud nyata bagaimana kesadaran diri dapat menjadi kunci dalam memfasilitasi perubahan dan membentuk harapan. Melalui Lumina Spark, peserta tidak hanya diajak melihat dirinya dengan lebih jernih, tetapi juga diajak untuk menjadi fasilitator yang mampu mendengarkan, memahami, dan menciptakan ruang dialog yang aman. Lumina hadir bukan hanya sebagai alat refleksi pribadi, melainkan juga sebagai sarana bersama untuk menyalakan harapan, memperkuat empati, dan mendorong transformasi kolektif di tengah dunia yang penuh kompleksitas. Hal ini sekaligus mengingatkan kita pada peran diri kita di dunia untuk senantiasa berproses dengan kesadaran penuh dan kepekaan terhadap pengaruh yang kita berikan dalam mendorong perubahan.
Yuk, lihat keseruan sesi Lumina Learning di IAF Asia Conference 2025 lewat Instagram dan LinkedIn Lumina Learning Indonesia.
Glosarium:
*Agency: Energi motivasi untuk memulai dan mempertahankan usaha, memberi rasa kendali “saya bisa melakukan ini”.
**Pathways: Kemampuan menemukan strategi atau alternatif untuk mencapai tujuan, termasuk fleksibilitas saat menghadapi hambatan
Referensi:
Asia Conference 2025. (2025). IAF – ID. https://iaf-id.org/
IAF Core Competencies. (2018). IAF World – Members. https://www.iaf-members.org/site/professional/core-competencies
Snyder, C. R. (2002). TARGET ARTICLE: Hope Theory: Rainbows in the mind. Psychological Inquiry, 13(4), 249–275. https://doi.org/10.1207/s15327965pli1304_01
The Global Risks Report 2025 20th Edition. (2025). World Economic Forum. https://reports.weforum.org/docs/WEF_Global_Risks_Report_2025.pdf
